Rabu, 02 Juni 2010

aahh... 1

Paman jauhku dari Madiun baru saja menghubungi suamiku Mas Adit, untuk meminta tolong menitipkan putrinya yang bernama Anneke. Menurutnya Anneke baru dapat panggilan dari perusahaan asing tempat Anneke melamar kerja, dan Anneke memerlukan waktu paling lama seminggu untuk keperluan wawancara dan mengurus berbagai prosedur administrasi guna melengkapi curriculum vitae yang telah lebih dulu dikirimkannya. Mas Adit memberitahuku dan sekalian meminta pendapatku. Untuk hal- hal seperti ini, kami memang selalu merundingkannya bersama sebelum mengambil keputusan. Dan tentu saja aku sama sekali tidak berkeberatan karena memang sudah menjadi kewajiban kami untuk saling menolong antara sesama sanak keluarga. Kisahku yang berikut menceritakan pengalamanku bersama Anneke dalam waktu seminggu tersebut. Hari Pertama Pada suatu pagi, sekitar pukul 5.30, terdengar ketokan di pintu. Seorang gadis berpenampilan sederhana datang dari Madiun, Anneke yang berpostur langsing, bercelana jeans dengan blus kembang-kembang, sedang berdiri cantik di depan pintu sambil menebar senyum manisnya. Dia datang dengan taksi dari stasiun Gambir. Kereta malamnya masuk Jakarta sekitar pukul 4.30 pagi ini. Kuperkirakan perjalanannya cukup melelahkan. Setelah minum teh panas dan sarapan, dia saya sarankan agar beristirahat dulu. Kami sudah menyediakan kamar tamu kami sebagai kamar Anneke selama dia di Jakarta. Hari pertama sejak kedatangannya, Anneke belum pergi ke-mana-mana. Dia hanya menelepon kesana kemari berkaitan dengan urusan yang akan dihadapinya selama di Jakarta. Anneke yang berpenampilan sebagai gadis cerdas dan lincah ini adalah lulusan Fakultas Ekonomi UNBRA Malang. Umurnya baru 23 tahun. Sosoknya atletis, tingginya 178 cm dan bobotnya 56 kg. Di kotanya, Anneke dikenal sebagai mayoret marching band yang sering mewakili kotanya melakukan kompetisi antar propinsi. Dia juga terpilih sebagai anggota PASKIBRAKA (pasukan pengibar bendera pusaka) Jawa Tengah saat masih SMA karena kecerdasannya disamping juga didukung posturnya yang atletis itu. Wajah dan kulitnya yang hitam manis mengingatkanku pada model-model hispanic, campuran bule dan lokal Amerika Selatan. Aku sendiri tidak tahu, wajah itu sebenarnya lebih mirip bapak atau ibunya yang sama- sama asli Jawa itu. Mungkin karakter seperti itu berasal dari pola makan anak-anak jaman sekarang yang suka dengan "junk food' dari Barat. Rambutnya panjang dan masih suka dikepang. Kesana-kemari dia lebih banyak memakai celana jeans karena menurutnya lebih praktis. Dan dia memang sangat sesuai jika memakai jeans. Pantatnya yang seksi dengan pahanya yang besar dan kuat membuat Anneke tampak sangat sensual hingga siapapun yang memandangnya pasti akan mengagumi sosok penampilannya. Atletis dan kecerdasannya merupakan kesan awal bagi siapapun yang menjumpainya. Dengan dadanya yang bidang dan tegap, dia memang pantas untuk menjadi seorang mayoret dan anggota PASKIBRAKA hingga tak berlebihan kiranya jika kukatakan bahwa Anneke ini adalah anak gadis yang baru datang dari daerah tetapi memiliki gaya dan kepribadian trendy yang mempesona. Pembawaannya pun tidak canggung. Dia selalu berusaha membantuku mengurus rumah, walaupun aku telah melarangnya. Dia sangat pandai membawa diri hingga aku merasa senang dan terbantu dengan kedatangannya. Hari ke-2 Anneke telah bangun pada dini hari dan menyempatkan diri untuk lari pagi mengelilingi kompleks rumahku yang cukup luas. Kemudian dia menyiapkan sarapan untuk kami semua. Aku dan Mas Adit sangat senang dan menghargai usahanya itu. Kurasa dia dapat menjadi teman yang sangat menyenangkan di rumah. Hari ini dia akan pergi ke perusahaan dimana ia melamar kerja. Walaupun sebelumnya dia sudah mempersiapkan diri untuk dapat mengenali route-route kendaraan umum yang akan dilaluinya, tetapi pada hari pertamanya, Mas Adit akan mengantarkannya hingga ke alamat yang dituju. Pada sore harinya dia pulang sendiri kira-kira pada pukul 3 hingga masih belum terperangkap dalam kemacetan lalu lintas di Jakarta. Kusambut dia dengan mengatakan bahwa walaupun baru sehari dia tinggal bersama keluarga kami, tetapi saat dia ke pergi tadi terasa rumah menjadi sepi. Anneke tersenyum dan berterima kasih karena keluarga kami bersedia menerimanya dengan tangan terbuka. Dia menceritakan pengalaman barunya tadi siang di kantornya. Kemudian sekitar pukul 4 sore, sesuai dengan kebiasaanku, setelah aku membereskan seluruh pekerjaan rumah tangga aku mandi. Tiba-tiba selintas aku melihat kelebat bayangan di celah pintu kamar mandi yang retak kecil sepanjang sambungan papannya. Rasanya ada yang mengintipku. Tapi siapa? Bukankah di rumah hanya ada Anneke. Diakah? Ah, mungkin hanya kebetulan. Aku kembali meneruskan kegiatan mandiku. Kubersihkan seluruh tubuhku. Kugosok bagian-bagian tubuhku. Aku gosok dan remas buah dadaku untuk menghilangkan kotoran dan keringatku. Aku juga membersihkan ketiakku. Tiba-tiba aku melihat bayangan yang berkelebat kembali. Kupikir, ini pasti Anneke. Tetapi hendak apa dia? Apakah dia sedemikian ngebetnya ingin buang air hingga menantiku dengan tidak sabarnya? Aku segera menyelesaikan mandiku, agar Anneke dapat segera menggunakan kamar mandi yang sedang kugunakan. Kemudian aku bergegas keluar ke kamarku untuk ganti baju. Kulihat Anneke sedang duduk membaca dokumen-dokumen untuk keperluan wawancara besok pagi. Aku tidak lama berganti baju. Saat aku keluar, ternyata Anneke masih sibuk dengan dokumen-dokumennya. Jadi sebenarnya dia tidak ingin ke kamar mandi. Kupikir, mungkin aku salah sangka mmengenai kejadian tadi hingga akhirnya kulupakan saja. Hari ke-3 Seperti halnya kemarin, pada pukul 3 sore Anneke sudah kembali ke rumah. Dia membawa oleh-oleh buah-buahan kesukaanku. Kukatakan padanya agar tidak perlu merepotkan diri dan dia harus menghemat uangnya karena di Jakarta segalanya mahal. Dia hanya tersenyum. Kemudian dia membantuku membersihkan dapur, yang walaupun sudah sering dengan basa-basi kularang, tetapi tetap dikerjakannya terus. Kemudian dia kembali menghadapi dokumen-dokumen kantornya. Pada pukul 4 sore aku kembali mandi sesuai dengan rutinitasku. Sebenarnya aku sudah melupakan peristiwa kemarin hingga kelebatan sosok orang yang mengintip di pintu itu kembali kulihat. Aku jadi berpikiran erotis. Apakah Anneke senang melihatku mandi? Aku lantas membayangkan seseorang yang senang mengintip orang lain mandi. Orang-orang seperti itu akan terangsang birahinya saat mengintip orang mandi. Bahkan tidak jarang yang sambil melakukan masturbasi sambil melakukan kegiatan mengintipnya. Aku mengelus kudukku. Ada semacam perasaan birahi yang menyelinap. Aku menjadi terangsang. Aku ingin menggoda Anneke. Aku akan memamerkan lekuk-lekuk tubuh indahku kepadanya. Aku akan sengaja berlama-lama mandi. Aku merasakan semacam nikmat birahi saat orang lain menonton tubuh telanjangku. Apakah ini yang sering disebut sebagai 'exhibitionist'? Kini yang kuperhatikan adalah celah pintu kamar mandi di bagian bawah. Dari situ akan nampak bayangan yang lebih jelas seandainya ada orang berdiri di depan pintu. Dan jika belum berpengalaman, maka orang tersebut tidak akan merasa bahwa kehadirannya di pintu itu akan diketahui oleh orang yang berada di dalam kamar mandi. Aku menyibukkan diri dengan menggosok badan dari kotoran sehari-hari yang melekat di seluruh bagian tubuhku. Sesekali aku melirik ke pintu bagian bawah. Pelan-pelan, dengan penuh perasaan aku membersihkan leherku dengan tangan. Kubersihkan kudukku dengan menyabuninya. Kubayangkan betapa ketiakku begitu terpampang lebar untuk dinikmati oleh mata Anneke. Kemudian dengan perlahan, kucuci kedua ketiakku itu, menyabuni dan menggosoknya. Aku bergaya seakan hidungku berusaha mengendusnya untuk mencek bahwa ketiakku sudah wangi. Dan akhirnya benar. Kulihat kini bayangan kaki itu kembali. Aku tahu persis, itu memang kaki Anneke. Dengan tanpa sengaja, berarti aku sudah mengamati kedua kakinya yang lincah itu selama 2 hari di rumahku. Kaki itu diam saja dan tenang. Pikirku, saat ini pasti mata Anneke sedang terpaku menatap ketiakku. Diam-diam perasaanku mulai merinding karena birahiku yang telah lebih menyeruak ke dalam perasaanku. Tanganku beralih ke buah dadaku. Kuambil sabun dan kugosokkan ke buah dadaku, yang tentunya akan sangat menarik pandangan Anneke. Busa sabun tersebut menutup sebagian buah dadaku. Biasanya hal ini akan membuat penasaran bagi siapapun. Sengaja kubiarkan kubiarkan hal ini, kemudian jari- jariku mulai mempermainkan puting susuku. Aku pilin-pilin hingga wajahku sedikit menyeringai. Berikutnya, kugosokkan sabun ke perut, kemudian juga ke pinggang dan pinggul. Aku berputar ke kanan dan ke kiri agar Anneke bisa menikmati keseluruhan tubuhku. Mataku kembali melirik pintu bawah kamar mandi dimana kaki Anneke masih nampak tidak bergeser dari tempatnya semula. Seusai menyabuni buah dada, perut dan pinggang serta pinggulku, aku menyendok air untuk kusiramkan ke tubuhku. Sekali lagi kuputar tubuhku. Aku tahu, air yang menyiram dan mengaliri tubuhku akan membuatnya nampak bening dan mulus karena pantulan cahaya yang menerpa lekuk-likunya. Aku kembali berputar sambil sesekali membuat gerakan membungkuk. Dengan cara itu, Anneke akan dapat melihat betapa buah dadaku yang ranum ini menggembung dari dadaku. Dan dari sudut yang lain dia juga akan dapat menikmati pantatku yang menonjol ke belakang. Kembali kuintip kaki di balik pintu itu. Kubayangkan betapa "panas dingin" perasaan dan "dag dig dug" jantung Anneke. Kemudian kaki kiriku kuangkat agar bertumpu pada bibir bak mandi. Posisi ini membuatku membelakangi pintu. Kubayangkan betapa Anneke akan dapat menikmati mulus dan indahnya bokongku. Bahkan saat kusengaja untuk sedikit lebih menungging lagi, analku yang bersih kemerahan itu akan langsung terpampang dengan leluasa ke arah pintu. Selintas aku merasa kasihan pada Anneke, karena membayangkan betapa birahinya akan sedemikian tersiksa melihat bokong

dan analku di depan hidungnya. Tentu saja, tidak lupa aku juga mencuci bokong dan analku. Pertama, kugosok semua bagian dengan sabun hingga berbusa. Kemudian tangan atau jariku mengosok-gosok atau mengelus setiap bagian itu agar benar-benar bersih. Bahkan saat jari tanganku sampai ke anal, dengan lembut aku juga menusuk-nusukkannya. Kemudian kembali aku mengguyurnya dengan gayung air bak mandi hingga kembali pantulan cahaya erotis menerpa lekuk-liku paha, betis dan jari-jari kakiku. Lama kelamaan aku terbawa oleh imajinasiku sendiri yang semakin mendorong gejolak erotis dengan sepenuh nafsuku. Saat aku melakukan ini semua, secara perlahan aku mendesah dalam bayangan kenikmatan birahiku. Saat kuangkat kaki kananku agar bertumpu pada bibir bak mandi, selangkanganku akan nampak terbuka. Di dekat tepi celana dalamku, ada 'tahi lalat'-ku yang cukup besar. Mulanya, kuanggap 'tahi lalat' ini mengganggu kecantikanku, tapi apa boleh buat. Tontonan selangkanganku yang terbuka ini pasti merupakan kesempatan yang telah ditunggu-tunggu oleh Anneke. Dia akan melihat selangkanganku lebih jelas dengan seluruh detailnya, termasuk kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Kusabuni paha dan betisku, kugosok dengan penuh perasaan. Kubayangkan, seakan aku mencuci porselain yang sangat mahal dari Mesir. Kumasukkan sabun ke jari-jari kakiku satu persatu dan kubersihkan dengan teliti. Aku ingin berlama-lama memberikan kesempatan kepada Anneke untuk menikmati pemandangan ini.

Kembali kuguyurkan air ke kaki kananku. Dan kini saatnya untuk mencuci kemaluanku. Aku merasa perlu sedikit mendramatisir penampilan. Kuelus seluruh permukaan kemaluanku. Tanganku membelah bibirnya dan jari-jariku menggosok celah- celahnya. Dua jari kubenamkan- benamkan ke liang vaginaku untuk mengorek dinding- dindingnya hingga wajahku sedikit menyeringai. Kuambil sabun dan kugosok agar mengeluarkan busa. Kemudian kuletakkan kembali sabun tersebut dan tanganku turun menyabuni vaginaku. Kusabuni keseluruhan permukaannya termasuk bulu-bulu halus di seputarnya. Kemudian tanganku mulai menyabuni bibir kemaluan dan kelentit. Kugosokkan sabun hingga busanya bertumpuk menutup vaginaku. Lalu dengan cepat kusiram hingga kembali dengan jelas tampak kemaluanku. Selanjutnya kini kembali jari-jariku kumasukkan ke liang vaginaku. Kukorek- korek hingga busa sabunnya menumpuk dan kembali menutup lubang vaginaku. Semua hal tersebut kulakukan sambil wajahku menampakkan ekspresi sensual yang kumiliki. Aku semakin tidak dapat membayangkan, bagaimana blingsatannya Anneke karena menyaksikan ulahku ini. Dan pada kuguyur seluruh tubuhku. untuk membilas ketiak, buah dada, puting, perut, bokongku, anus maupun vaginaku hingga aku yakin bahwa semuanya telah menjadi bersih. Kuambil handuk dari gantungan untuk mengeringkan tubuh. Kemudian aku bergegas keluar kamar mandi. Kaki di depan pintu itu dengan secepat kilat menghilang. Aku berlagak seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Kulihat Anneke sudah kembali duduk di ruang keluarga dengan koran hari ini di tangannya. Untuk menunjukkan atensiku dan sekaligus menghilangkan segala kemungkinan kecurigaanku padanya, kutanyakan apakah dia sudah membuat teh untuk dirinya sendiri sejak pulang dari kantor tadi. "Sudah, Mbak", jawabnya sambil terus membaca koran. Saat aku berpakaian, kudengar Anneke ganti bersiap-siap untuk mandi. "Kalau mau mandi, ambil saja sabun yang baru di laci persediaan dekat TV. Sabun di kamar mandi sudah mau habis. Nanti Mas Adit juga memerlukannya". "Ya, Mbak", jawabnya. Saat aku sedang berdandan, tiba-tiba terlintas suatu pemikiran di kepalaku yang seketika berubah menjadi tuntutan erotisku. Aku juga ingin mengintip Anneke saat mandi, sekarang juga. Pintu kamar mandi telah tertutup. Kudengar Anneke bernyanyi-nyanyi kecil. Aku berjingkat mendekat ke depan pintunya. Aku mengintip dari celah yang sama dengan celah pengintipan Anneke saat aku mandi tadi. Kudekatkan mataku ke celah itu. Kulihat Anneke sedang membuka bajunya. Tangannya ke atas menarik kaosnya. Kulihat ketiaknya yang terbuka. Wow, ketiak perawan yang membuat darahku langsung naik. Dia tidak memakai BH. Mungkin sudah dilepas di kamarnya tadi. Saat menggantungkan kausnya ke dekat pintu, serasa buah dadanya mendekat ke wajahku. Kemudian tetap dengan nyanyi kecilnya, ia melucuti rok bawah. Nampak bokongnya yang besar masih terbungkus celana dalam putihnya. Sekilas ia mengelus sesuatu yang tembem di depan celananya. Sekali lagi, ketiak dan buah dadanya mendekat ke pintu. Tangannya menggantung rok bawahnya. Dan kini ia membuka celana dalam putihnya. Aku serasa dipamerkan sebuah pesona. Vagina Anneke yang menggembung. Rambut-rambut tipisnya membuat vagina tersebut serasa memanggil lidahku yang kelak, siapa tahu, akan berkesempatan menjilatinya untuk memberikan kenikmatan pada Anneke. Aku menatapnya dengan lebih terbeliak. Pada gundukan nikmat itu, bagian tengah atasnya mulai terbelah lembut. Semakin ke bawah, belahan itu semakin melebar karena desakan kelentitnyayang menggembung mengisi penuh belahan itu. Ingat hamburger yang berisi daging asap? Seperti itulah kira-kira penggambarannya. Kurasakan vaginaku yang mulai membasah. Kelentitnya adalah benar-benar kelentit perawan. Belum nampak lipatan-lipatan yang disebabkan oleh benda tumpul yang sering mendesaknya. Sedikit mendekati ujungnya, kelentit itu mencuat keluar. Itu mengindikasikan bahwa kelentit Anneke berukuran sangat besar. Kelentit seperti itu pasti akan sangat nikmat jika dilumat. Kemudian karena Anneke membelakangi pintu karena sedang menggosok giginya untuk beberapa saat, vaginanya tidak tampak. Tetapi kini aku dapat menyaksikan pesona yang lain, yaitu pantatnya. Ternyata anak muda sekarang ini tak pernah melewatkan mode dan trend. Anneke memasang tatoo bergambar sebuah pesawat ulang-alik di ujung bokongnya. Entah apa maksudnya, tapi yang jelas tampak manis sekali. Saat tubuhnya sedikit membungkuk untuk bersikat gigi, belahan pantat Anneke tampak merekah. Anusnya yang hitam manis itu sangat mulus. Sebuah paduan yang penuh harmoni. Pantat anak perawan yang begitu sensual dengan alur-alur halus menuju titik klimaksnya, bibir anus yang mulus kemerahan. Aku menahan air liurku. Selesai menyikat gigi, Anneke mengambil gayung untuk mulai menyirami tubuhnya. Mula-mula tangan dan kemudian kakinya. Dia menghindari air yang dingin langsung menyiram seluruh tubuhnya. Kini tubuhnya yang basah memperlihatkan kontras lekuk liku bukit dan lembah di tubuh Anneke. Dia menyiram tubuhnya dari atas kepala. Rambutnya yang basah berserak melekat menutupi sebagian tubuhnya. Aku jadi teringat seorang sutradara Hollywood yang berkata tentang indahnya wanita. Dia mengatakan bahwa saat mandi, seluruh bentuk alami seorang wanita akan menunjukkan kapasitas keindahannya yang maksimal. Dan itulah sekarang yang sedang kunikmati. Anneke menunjukkan keindahannya dalam basah tubuhnya. Kini dia mengambil sabun mandi. Dia usapkan ke bahunya yang bidang, lalu turun ke dadanya. Busa sabun yang berserak di tubuhnya nampak di mataku seperti busana 'houture couture' dari kapas surga buatan malaikat. Tubuh sintal dengan kulit hitam manis Anneke yang cukup kontras dengan 'busana' malaikatnya itu sepintas mengingatkanku pada tubuh Naomi Campbell, model hitam dari Paris itu. Buah dadanya nampak sedemikian padat dan ranum saat tangannya yang halus meremas dan menggosoknya. Dia juga memilin-milin putingnya dengan sedikit mendesah. Yang membuatku jadi setengah bertanya adalah, apakah peristiwa sebelumnya saat dia mengintipku mandi tadi telah mempengaruhi perasaannya, sehingga dia mendesah seperti itu? Perasaan erotisku menjalar ke ubun-ubun. Tanganku mengelus-elus rasa gatal dan panas di kemaluanku. Cairan birahiku semakin terasa mendesak keluar. Anneke mengambil gayung dan menyiram tubuhnya mulai dari kepala. Air yang mengguyur dan mengalir di seluruh tubuh menghapus 'busana' surganya. Anneke berubah menjadi porselain China yang hitam manis berkilatan. Bibir Anneke kembali mendesah dengan mulutnya yang setengah terbuka menghela nafas saat air dingin segar itu menyiram tubuhnya. Kemudian tangannya beralih menggosok bagian tubuh yang lainnya. Diangkat satu tangannya ke atas dan tangan yang lain menyabuni ketiaknya yang terbuka, demikian bergantian. Lembah sensual di ketiak Anneke sungguh sangat mempesona. Aku membayangkan aromanya saat basah oleh keringatnya seusai baris berbaris saat melakukan tugasnya sebagai mayoret. Kembali aku menelan air liurku. Dari ketiak, tangannya menyabuni perut hingga ke selangkangannya. Di sini jantungku berdegup dengan kencang. Perut perawan yang kencang dan langsing, dengan pusarnya yang nampak masuk ke dalam itu tampak begitu serasinya. Warna kulit hitam manisnya justru memancarkan keindahan perut Anneke ini. Begitu banyak wanita, khususnya para perawan yang meng-'expose' perut dan pusarnya. Sebagai seseorang yang cerdas, Anneke tampak kurang suka memamerkan pesona tubuhnya, khususnya bagian perut dan pusarnya itu kepada orang lain. Kecantikannya nyaris selalu terbungkus dalam selubung 'sutra' kecerdasannya itu. Kini tangannya mulai membelai kemaluannya dengan lembut. Dimiringkan telapak tangannya saat menyelip dan membelah bibir kemaluannya. Tangannya masuk setengah, kemudian ditariknya untuk menggosok ke atas dan kemudian dengan cepat diturunkannya kembali, terus berulang-ulang. Bibir kemaluannya yang nampak demikian subur dan montok terdesak oleh jari-jarinya. Dengan wajahnya yang menatap langit-langit, Anneke setengah menutup matanya. Dia seakan menarik nafas hendak mengendus aroma sesuatu, mungkin aroma sabun yang harum itu. Gosokan tangannya ke atas bawah itu kini juga telah lebih dalam memasuki celah kemaluannya. Samar-samar kudengar Anneke mendesah. Tiba-tiba matanya langsung mengarah celah dimana aku sedang mengintipnya. Aku terkejut, apakah dia tahu bahwa aku mengintipnya? Ah biarlah, toh kalau sampai dia tahu pun, aku masih bisa berkilah bahwa dia juga telah mengintipku saat aku sedang mandi tadi. Tapi ternyata dia bukannya sedang menatapku. Tangannya yang kini bergerak maju, mengambil sesuatu dari gantungan baju yang memang letaknya menempel di pintu itu. Tetapi, Anneke meraih celana dalamku yang karena lupa, masih tertinggal di kamar mandi. Celana dalam itu sudah kotor dan aku telah berganti mengenakan celana dalam lain yang masih bersih. Yang membuatku lebih terkejut lagi adalah, dengan serta merta, celana dalamku yang bermotif bunga-bunga merah muda itu diciuminya. Dia tangkupkan ke hidungnya dan dengan matanya yang setengah tertutup, dia menghirupnya dalam-dalam selama bermenit- menit. Dia bolak-balik serta di gosok-gosoknya celana dalam kotor itu ke hidung dan wajahnya. Dia juga mengecap- ngecap dengan mulutnya hingga celana dalam tersebut tampak basah kuyup oleh ludahnya, khususnya di bagian menyempit yang pada saat dipakai akan menyelinap di celah pantatku. Wow, edan juga birahi anak ini, birahi si anak perawan cantik yang terobsesi dengan celana dalam kotorku hingga membuatku ikut blingsatan. Selanjutnya, kulihat Anneke mengangkat kaki kanannya untuk diinjakkan ke tepian bak mandi hingga nampak selangkangannya terbuka, kemudian satu tangannya kembali turun dan membelah bibir kemaluannya yang kini merekah di tengah selangkangannya yang terbuka. Dengan licin sabunnya yang masih tertinggal, jari-jarinya menembus lubang vaginanya, kemudian mengocok-ngocok keluar masuk

dengan cepat. Desahannya kini juga disertai dengan rintihan yang tertahan. Dia dalam keadaan sangat terhanyut. Birahi telah melanda nafsunya. Pantatnya kemudian juga ikut bergoyang maju mundur. Hal itu berlangsung cukup lama. Terkadang tangannya menusuk lebih dalam ke vaginanya. Celana dalamku digigiti dan diisap-isapnya. Saat ini Anneke sedang merasakan kenikmatan layaknya orang bersenggama. Kulihat keringat mulai mengucur dari dahinya. Basah air di rambutnya yang nampak awut-awutan, berubah menjadi basah keringat. Wajahnya terus mendongak ke langit-langit. Matanya setengah tertutup dan mulutnya setengah terbuka. Terdengar desahannya, hingga tak ayal lagi, kenikmatan orgasme akan segera dialami oleh Anneke. Dan benar saja, tak lama kemudian, akhirnya cairan birahinya muncrat. Anneke berhasil meraih orgasme. Kuperhatikan dia saat menjelang orgasme, gerakan maju-mundur pantatnya, keluar masuk tangannya, hidungnya yang dengan penuh kegilaan menghirup aroma celana dalamku, semuanya berlangsung semakin cepat dan penuh nafsu. Anneke kemudian rubuh ke lantai. Dia terduduk kelelahan. Dan aku sendiri benar-benar telah terkena imbas badai birahinya. Aku benar-benar sudah tak tahan lagi hingga dengan setengah berlari, aku kembali ke kamar tidurku. Segera kukunci pintu untuk melucuti pakaianku. Kuambil dildo pemberian tetanggaku Indri dari laci rahasiaku. Aku merebahkan diri di ranjang. Kulipat pahaku hingga hampir menyentuh tubuh. Pantatku menghadap lurus ke dinding dan kemaluanku terbuka. Dengan cepat, kusentuhkan kepala dildo itu ke bibir vagina dan kelentitku, lalu kudorong agar memasuki kemaluanku. Masih terasa agak sulit dan 'seret', hingga terpaksa kutarik kembali dan kuludahi. Kuludahi juga telapak tanganku untuk kemudian kuoleskan ke dalam vaginaku. Kemudian kutusukkan kembali dildo itu ke dalam kemaluanku hingga habis seluruh batangnya. Dan dengan cepat kukocokkan ke dalamnya hingga dinding-dinding vaginaku dapar merasakan setiap detail batang dildo itu. Nafsuku yang sudah sedemikan memuncak sejak mengintip ekspresi Anneke pada saat dilanda orgasmenya tadi mempercepat datangnya orgasmeku sendiri. Aku menjerit tertahan menerima kenikmatan tak terhingga ini. Kupercepat kocokan dildoku hingga akhirnya segalanya reda. Aku terkulai sambil mengatur nafasku satu- satu. Ohh.. Anneke, kaulah penyebabnya.


Kudengar Anneke kembali menyiram tubuhnya. Tak lama kemudian, suara pintu kamar mandi terdengar berderit. Anneke baru selesai mandi. Aku mencoba membayangkan saat dia baru keluar dari kamar mandi dengan menjinjitkan kakinya karena khawatir telapak kakinya akan membasahi lantai keramikku. Kubayangkan rambutnya yang masih basah dengan handuk yang melilit tubuh indahnya. Kubayangkan tetes-tetes air yang jatuh dari tubuhnya ke lantai, tercecer dalam kristal-kristal yang bening. Kubawa terlena semua bayang- bayangku hingga akhirnya aku tertidur. Mas Adit pulang baru pada pukul 8 malam. Atas inisiatifnya sendiri yang selalu tak pernah dapat kucegah, Anneke menyiapkan makan malam kami. Dari persediaan bahan yang ada di lemari es, dia memasak masakan ala serba Thai. Ada kangkung pedas, ada Tom Yang Goong dan menu utamanya adalah Pla Jian, masakan dari ikan campur jahe. Ah, anak ini memang benar- benar pintar membawa diri. Suamiku makan dengan lahapnya. Selama makan, aku berlagak seakan tak ada hal aneh yang pernah terjadi. Seakan aku tak tahu bahwa dia telah mengintipku mandi, dan sebaliknya aku juga tidak ingin menimbulkan kecurigaannya bahwa aku juga telah mengintipnya saat dia mandi. Besok Anneke akan menghadapi wawancara akhir yang akan berlangsung di kantornya pada pukul 11 siang. Rencananya, dia akan berangkat dari rumah besok pada pukul 10 pagi. Dia sudah memperhitungkan bahwa paling lama dalam waktu 30 menit, dengan taksi dia akan dapat mencapai kantornya. Hari ke-4 Seperti biasanya, Mas Adit sudah berangkat ke kantor pada pukul 7.30 pagi. Setelah menyapu lantai, aku langsung mandi. Kali ini aku pergi mandi dengan tersenyum geli. Aku akan mandi berdasarkan sebuah skenario yang telah kupersiapkan masak- masak dalam benakku sejak malam menjelang tidur. Sebelumnya, aku mondar-mandir di ruang keluarga dengan bermantelkan handuk mandi yang membungkus tubuh, handuk yang baru kali ini kupakai sejak Mas Adit membelikannya sepulang dari Hongkong bulan lalu. Aku ingin memastikan bahwa Anneke mengetahui saat aku akan mandi. Saat kututup pintu kamar mandi, sengaja kuperdengarkan dengan keras saat slot kunci pintu kupasang. Kuperdengarkan juga suara-suara air yang menyirami kakiku. Semua itu memang kumaksudkan agar Anneke mengetahui bahwa aku sekarang sedang akan mandi. Dan sesuai dengan harapanku, kulihat kembali kaki indah itu dari celah bawah pintu kamar mandi. Kaki Anneke. Terselip rasa geli dalam hatiku. Aku seperti anak-anak yang begitu senang mendapatkan mainannya. Dan kurasakan betapa main-main seperti ini dapat menyenangkan hati pula. Aku tersenyum sendiri sambil terbatuk-batuk. Aku membayangkan diriku seolah penari striptease yang sedang berada di atas panggung hiburan. Kulepas busanaku satu persatu dengan gaya erotis. Pertama, kulepas ikat pinggang mantel handukku. Kemudian aku bergaya seolah menggulung rambutku. Gaya seperti ini akan tampak menggairahkan apabila terlihat dari arah samping. Oleh karenanya aku berdiri di dekat bak mandi secara menyamping dari arah pintu. Kemudian kulepas mantelku dan kugantung di gantungan baju di balik pintu. Aku yakin saat ini jantung Anneke mulai berdegup kencang. Sebelum aku melepas BH-ku, kumasukkan tangan untuk menggaruk-garuk buah dadaku seolah gatal sambil sedikit mendesah. Aku juga menggosok leherku. Ini kulakukan untuk menunjukkan pada Anneke betapa sensualnya leherku. Aku kemudian mengelus dagu, rahang hingga belakang telingaku. Tempat-tempat itu biasanya merupakan sasaran bibir dan lidah saat seseorang berkesempatan untuk mencium dan menjilatinya. Kugosok juga ketiakku. Kuangkat tinggi-tinggi tangan kiriku kemudian kuelus dan kugaruk lembut lembah ketiakku. Teman dan tetanggaku Indri, sangat keranjingan apabila menyaksikan ketiakku karena menurutnya ketiakku indah dan harum seperti ketiak dewi dari surga. Maklum saja, itu menurut orang yang sedang keranjingan. Kemudian kedua tanganku meraih kancing BH di punggungku. Gaya membuka kancing BH ini adalah juga sesuatu yang sangat disenangi oleh para wanita dan pria hidung belang, karena saat membuka kancing BH, seorang wanita akan memperlihatkan lengannya yang mulus, sedikit ketiaknya, juga dadanya yang tertarik ke belakang hingga payudara akan tampak lebih kencang dan menggembung. BH itu kembali kusangkutkan di gantungan baju. Aku teringat celana dalam kotorku kemarin yang telah dilumat oleh bibir dan lidah Anneke. Sekarang akan kutinggal BH-ku di gantungan ini. Aku ingin melihat ekspresi Anneke saat menciumi BH-ku nanti. Kemudian kuamati perutku yang masih mulus tanpa lipatan. Kini saatnya kurogoh celana dalamku. Dengan melewati 'tahi lalat' yang berada di tepi celana dalamku, kuelus kemaluanku. Kumasukkan jari-jari ke belahan kemaluanku dan menggosoknya. Kemudian kuperosotkan celana dalamku hingga terentang di kedua pahaku dan kembali dengan tangan kuelus bibir vaginaku yang kini sepenuhnya terbuka. Kulihat kaki Anneke belum bergerak dari tempatnya. Kupikir, tentunya saat ini dia sedang mati-matian berusaha menahan gejolak birahinya. Aku tersenyum geli dengan permainanku sendiri. Kemudian giliran pantatku. Aku merundukkan badanku setengah menungging kemudian menggosok-gosok pantat beserta belahannya. Kumasukkan jari-jariku pada belahan itu dan kutusukkan jari ke lubang analku. Aku memutar tubuhku hingga pantatku membelakangi pintu agar dari tempat Anneke nampak gempalnya pantatku yang menurut Indri sangat seksi. Dan akhirnya kulepas sama sekali celana dalam dari pahaku. Kini saatnya aku mandi setelah sebelumnya kucuci tangan, jari- jari dan lenganku. Kemudian kucuci kakiku, jari-jarinya dan betis serta pahaku. Ini selalu kulakukan untuk menghindari keterkejutan tubuhku yang akan dengan tiba-tiba tersiram air yang dingin ini. Kemudian kuguyur seluruh tubuhku. Gayung air kupenuhi kemudian mulai kuguyurkan dari kepalaku. Kusabuni seluruh bagian tubuhku. Aku bernyanyi-nyanyi kecil sambil melirik kaki Anneke di sebelah pintu yang sama sekali tidak bergerak sejak awal aku masuk kamar mandi tadi. Entah apa yang sedang dilakukannya. Bukan tidak mungkin tangannya sedang mengocok vaginanya. Setelah mandi aku menyambar handuk dari gantungannya untuk mengeringkan badan. Kemudian kukenakan mantelku. Setelah selesai, aku segera keluar kamar mandi dan langsung menuju ke kamarku. Kulihat Anneke telah kembali duduk manis sambil berpura-pura membaca koran pagi di ruang keluarga. Di kamar, aku memasang telinga. Beberapa saat kemudian kudengar Anneke memasuki kamar mandi. Aku bergegas menuju ke pintunya. . . .

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda